KORUPSI KOMUNIKASI
Oleh: Bambang Sukma Wijaya
Secara sederhana, komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan. Pesan tersebut membawa muatan makna dari pengirim kepada penerima melalui suatu medium tertentu. Makna tersebut ‘dibaca’ oleh penerima kemudian diresponi dalam bentuk tindakan komunikasi berikutnya. Jadi komunikasi adalah proses berbagi dan menciptakan makna secara simultan melalui interaksi simbolik manusia. Komunikasi merupakan proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West & Turner, 2007). Continue reading
FENOMENOLOGI DAN INTERAKSI SIMBOLIK
Oleh: Bambang Sukma Wijaya
Istilah ’fenomenologi’ sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui (Lexy J Moleong, 2007). Fenomenologi diartikan sebagai: 1) pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Husserl dalam Moleong, 2007). Menurut Moleong, peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Continue reading
STUDI KASUS, METODE “HERMAPRODIT”?
Oleh: B. S. Wijaya
Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2006). Hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik yang diteliti (deskriptif). Namun sesungguhnya, studi kasus memiliki beragam strategi dan tujuan metodologis, ada studi-studi kasus deskriptif, studi-studi kasus eksploratoris, dan studi-studi kasus eksplanatoris (Robert K Yin, 1996). Ketiganya dapat digunakan secara bersama (strategi pluralistik) atau secara sendiri-sendiri. Meskipun setiap strategi memiliki karakteristik tersendiri, banyak wilayahnya yang tetap saling tumpang tindih. Sehingga pengelompokan tersebut bukanlah pengelompokan yang tegas dan tajam serta tidak dibedakan dari aspek hirarkisnya. Continue reading
PARADIGMA KUALITATIF DAN KUANTITATIF
Oleh: Bambang Sukma Wijaya
Kualitatif berasal dari kata ’kualitas’ atau ’quality’ yang berarti mutu, sifat, ciri-ciri (Kamus Standar Lengkap Inggris-Indonesia; Dhanny R. Cyssco, penerbit Buana Ilmu Populer). Berarti, jika kita berbicara tentang kualitatif, berarti kita berbicara mengenai hal-hal yang bersifat mutu, ciri-ciri dan sifat sesuatu atau seseorang. Jika kita berbicara tentang sebuah meja, maka yang menjadi bahan pembicaraan adalah ciri-ciri, sifat dan mutu meja tersebut. Apakah dia terbuat dari bahan kayu biasa, bermodel biasa dengan kaki empat dan jangkung atau dari bahan kayu jati kelas satu bermodel akar pohon berkaki menjuntai di-varnish secara sempurna sehingga tampak berkilau dan mewah. Di sini kita tidak menyinggung berapa banyak meja yang menjadi bahan pembicaraan, karena setiap meja memiliki ciri-ciri, sifat dan mutu tersendiri. Meskipun secara sepintas tampak mirip, sehingga kita bisa mengatakan bahwa semua meja itu sama saja, namun jika diperhatikan lebih seksama, akan ditemukan banyak sekali perbedaan-perbedaan dan deviasi karakter yang membuktikan bahwa setiap meja (meskipun dari bahan dan dibuat dengan cara yang sama) tak satu pun yang memiliki ciri-ciri, sifat dan mutu yang sama. Demikian pula jika kita berbicara mengenai manusia sebagai bahan pembicaraan atau kajian. Meskipun berasal dari latar belakang dan populasi yang sama, dipastikan bahwa tak satu pun yang memiliki sifat, ciri-ciri dan ’mutu’ yang sama. Continue reading
Perang Tema dan Psikologi Publik: Analisis Strategi Komunikasi Pemasaran Politik Pilkada DKI Jakarta 2007
(The Wars of Themes and Public Psychology: The Analysis of Political Marketing Communication Strategies on the Jakarta’s Governor Election 2007)
Oleh: B. S. Wijaya
DOI: 10.13140/2.1.4879.0568
Abstract: Jakarta local elections in 2007 with the victory obtained Fauzi Bowo still left the stories and important lessons for the development of political marketing communications in the country. Fauzi-Prijanto supported by 20 parties against Adang-Dani supported by a party, but Fauzi-Prijanto only got a narrow victory, 57% to 43%. Why did this happen? This article analyzes the political marketing communications strategies both candidates and the anatomy of the consumer audience of voters based on data from research results were released in the Kajian Bulanan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Issue 04-August 2007. The authors found that voters in Jakarta tend to be more rational, due to information access is more widely open and easier, so as to provide good insight for citizens. Similarly, the tight life competition and better legal awareness made the metropolitan residents tend to be more courageous and critical voice their aspirations. The results of this analysis can serve as a lesson and reference to political contestants for the next campaigns. Continue reading