PARADIGMA KUALITATIF DAN KUANTITATIF
Oleh: Bambang Sukma Wijaya
Kualitatif berasal dari kata ’kualitas’ atau ’quality’ yang berarti mutu, sifat, ciri-ciri (Kamus Standar Lengkap Inggris-Indonesia; Dhanny R. Cyssco, penerbit Buana Ilmu Populer). Berarti, jika kita berbicara tentang kualitatif, berarti kita berbicara mengenai hal-hal yang bersifat mutu, ciri-ciri dan sifat sesuatu atau seseorang. Jika kita berbicara tentang sebuah meja, maka yang menjadi bahan pembicaraan adalah ciri-ciri, sifat dan mutu meja tersebut. Apakah dia terbuat dari bahan kayu biasa, bermodel biasa dengan kaki empat dan jangkung atau dari bahan kayu jati kelas satu bermodel akar pohon berkaki menjuntai di-varnish secara sempurna sehingga tampak berkilau dan mewah. Di sini kita tidak menyinggung berapa banyak meja yang menjadi bahan pembicaraan, karena setiap meja memiliki ciri-ciri, sifat dan mutu tersendiri. Meskipun secara sepintas tampak mirip, sehingga kita bisa mengatakan bahwa semua meja itu sama saja, namun jika diperhatikan lebih seksama, akan ditemukan banyak sekali perbedaan-perbedaan dan deviasi karakter yang membuktikan bahwa setiap meja (meskipun dari bahan dan dibuat dengan cara yang sama) tak satu pun yang memiliki ciri-ciri, sifat dan mutu yang sama. Demikian pula jika kita berbicara mengenai manusia sebagai bahan pembicaraan atau kajian. Meskipun berasal dari latar belakang dan populasi yang sama, dipastikan bahwa tak satu pun yang memiliki sifat, ciri-ciri dan ’mutu’ yang sama.
Berangkat dari hal tersebut, maka Paradigma Kualitatif memandang suatu obyek (subyek) lebih kepada sifat dan ciri-ciri yang melekat pada obyek (subyek) tersebut. Berbeda dari Paradigma Kuantitatif yang lebih melihat kepada jumlah obyek dan cenderung menggeneralisasikan sesuatu, Paradigma Kualitatif tidak mengenal generalisasi dan sangat menghargai keunikan setiap obyek (subyek) yang diamati. Rachmat Kriyantono dalam Teknik Praktis Riset Komunikasi (Penerbit Kencana, 2006) menyebutkan bahwa dalam paradigma kualitatif yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data, dan bukan banyaknya (kuantitas) data. Lebih lanjut, Kriyantono menyebutkan bahwa semua riset yang menggunakan paradigma kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Sedangkan Bogdan dan Taylor (1975; dalam Metodologi Penelitian Kualitatif karya Lexy J. Moleong, Penerbit Rosda, 2007) menyebutkan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pakar lain, Denzin dan Lincoln (Moleong, 2007) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen). Moleong sendiri secara simpel mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Sementara sebuah asumsi mengatakan bahwa dalam paradigma kualitatif, semakin subyektif sebuah penelitian, maka semakin obyektif penelitian tersebut (Engkus Kuswarno, Kuliah Riset Komunikasi MKOM-UMB, 2007). Hal ini menunjukkan ukuran obyektivitas penelitian kualitatif ditentukan oleh tingkat subyektivitas peneliti. Peneliti merupakan bagian dari instrumen penelitian, berbeda dengan paradigma kuantitatif di mana peneliti terpisah dari obyek yang ditelitinya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa riset-riset atau penelitian yang mengusung paradigma kualitatif memiliki ciri-ciri: kedalaman/eksploratif (Kriyantono), deskriptif (Bogdan & Taylor), alamiah (fenomenologis), interpretatif (Denzin & Lincoln), non-kuantitatif (Moleong), dan subyektif (Kuswarno).
Bagaimana dengan Kualitatif sebagai sifat data?
Jika Paradigma Kualitatif merupakan ’cara pandang’ yang menekankan pada ciri-ciri, sifat dan ’mutu’ suatu obyek (subyek), maka Data (yang bersifat) Kualitatif merupakan data yang dihasilkan dari cara pandang yang menekankan pada ciri-ciri, sifat dan ’mutu’ obyek (subyek) yang bersangkutan. Berbeda dari data kuantitatif yang bersifat numerik, data kualitatif bersifat non-numerik (kata-kata deskriptif), seperti cantik, tampan, gagap, tampak kurang berpendidikan, reponsif, bagus sekali, lincah, mewakili anak muda zaman sekarang, dan lain-lain.
Apakah paradigma kualitatif dapat menggunakan data kuantitatif?
Seperti dijelaskan di atas, terdapat perbedaan antara Kualitatif/Kuantitatif sebagai Paradigma/metode dan Kualitatif/Kuantitatif sebagai sifat Data. Paradigma adalah cara pandang atau pendekatan terhadap obyek (subyek), sedangkan Data adalah apa yang dihasilkan dari cara pandang tersebut. Jadi, Paradigma Kualitatif dapat menggunakan Data kuantitatif, demikian pula sebaliknya. Namun, biasanya, data-data tersebut merupakan data-data pendukung untuk memperkuat data-data utama yang telah dihasilkan dari paradigma yang sama. Misalnya, ketika mendeskripsikan sebuah fenomena pelacuran di suatu daerah tertentu, ditemukan informasi dari salah satu informan bahwa salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi. Informasi ini dapat diperkuat dengan data statistik yang telah ada mengenai persentasi tingkat kemiskinan masyarakat di daerah tersebut. (bsw)
Reni
December 24, 2007 at 9:06 am
mas bambang, tulisan2 kamu sungguh menarik, kamu pasti orangnyapintar yah, saya bayangkan kamu pasti tampan juga. pengen deh ngobrol2 lagi lebih dalam sama mas bambang, siapa tau kita juga bisa berkenalan lebih dalam…
LikeLike
bambangsukmawijaya
December 25, 2007 at 2:03 pm
Saya tidak tampan dan tidak pintar. Ada teman aku yang lebih pintar dan tampan. Namanya Fajar. Kalau mau pasti aku kenalin. But anyway, thx ya dah ngasi comment. Kita bisa berdiskusi lebih seru di forum ini. Jadi kita bisa sama-sama belajar.
LikeLike
Onsi Bahadi (pria)
January 7, 2008 at 1:04 pm
pak bambang, minta tolong, saya minta nomor ponsel dan alamat emailnya dong. soalnya saya belum begitu paham sama metode penelitian nih.
LikeLike
bambangsukmawijaya
January 8, 2008 at 8:01 am
silakan kirim email ke: bsukma@writing.com. Nomor ponsel akan saya berikan melalui email tersebut.
Thx n rgds,
Bambang.
LikeLike
jarfajar
January 12, 2008 at 9:00 pm
Beng, kl lu sempet,mao gak nulis tentang bab-bab proposal penelitian. misal “latar belakang”, apa itu latar belakang? apa yg musti di tulis di dalemnya? strukturisasi penulisan gmn?
trus penegasan masalah? kerangka pemikiran?
jadi ada deskripsi “apa”, dan “bagaimana” dan contohnya.
gmn beng? bersedia gak?
LikeLike
Suci
December 3, 2008 at 1:16 pm
Terima kasih atas bantuannya….
Tapi bisa ga yang lebih spesifik lagi??? Truz gimana klo penelitian eksperimen bikin suatu produk???kr2 bisa ga ya…thanx
LikeLike
aris
March 20, 2009 at 11:33 pm
Iya bagus diskripsinya. ak suka banget tulisan orang pandai .
LikeLike
cheet
May 30, 2009 at 3:35 am
analisis isi kualittaif apa perlu kategorisasi dan satuan ukur juga???
LikeLike
bambangsukmawijaya
May 30, 2009 at 2:33 pm
Kategorisasi udah pasti, karena kamu harus melakukan interpretasi atau pemaknaan terhadap hasil temuan kamu. Salah satu tujuan penelitian kualitatif adalah menemukan pola-pola tertentu dari suatu fenomena, dan kategorisasi adalah salah satu fase yang harus dilakukan dalam menemukan pola tersebut.. carilah makna-makna tertentu yang similar dari informasi/ data yang kamu dapat dalam penelitian, ucapan2 subyek, dll kemudian kategorikan ke dalam suatu tema2 tertentu.. biasanya antara satu subyek dan subyek lain mengemukakan suatu makna yang sama tapi dengan bahasa atau kalimat yang berbeda.. di sinilah ‘kepintaran’ peneliti untuk jeli dan sensitif menemukan kemiripan tersebut, kemudian mengumpulkannya ke dalam kategori2 tertentu.
Sedangkan alat ukur tidak diperlukan, karena dalam penelitian kualitatif kita tidak hendak mengukur sesuatu, inilah salah satu perbedaan dengan penelitian Kuantitatif yang selalu menggunakan alat ukur (statistik).
LikeLike
Ihsan
June 12, 2009 at 10:22 am
tulisan anda sangat membantu penelitian saya, thanks ya
LikeLike
oliph
March 3, 2010 at 8:57 am
saya membaca tulisan2 mas Bambang…..sangat membantu saya .
Tapi, semakin saya banyak membaca, semakin saya bingung
Di tulisan sebelumnya, mas Bambang membahas mengenai Fenomenologi dan Interaksi Simbolik….Kalau saya membaca artikel tersebut, saya berasumsi keduanya berbeda…..
Tapi ada yang bilang, kalo teori Interaksi Simbolik itu masuk dalam perspektif Fenomenologi…
Saya jadi makin bingung, …
Bisa tolong dijelaskan ??? apakah benar jika saya berasumsi bahwa, penelitian saya dengan pendekatan Fenomenologi, dengan teori Interaksionisme Simbolik dan teori Dramaturgi???
LikeLike
link
April 4, 2010 at 2:59 pm
mas bambang,saya mau minta contoh penggunaan alat ukur(kuantitatif) sebab saya kurang begitu paham..mohon bantuan.trimakasih
kirim klo punya contoh ke email saya neverendingart13@yahoo.com
LikeLike
vera
August 13, 2014 at 9:11 am
Mas saya mau tanya dalam suatu penelitian kualitatif dpt juga kan menggunakan tata nilai objektif ?saya melihat tulisan diatas dikatakan bahwa kualitatif menekankan pada objek(subjek). Mksd saya dlm objektif ini adalah sesuatu hal atau fenomena yang ingin kita teliti dan kita pandang scr objektif bukan subjeknya yang kita pandang secara objektif. Mohon di balas ke alamat email yang tertera ya mas. Terimakasih
LikeLike
bambangsukmawijaya
February 3, 2015 at 6:07 pm
dalam penelitian kualitatif, semakin subyektif maka riset itu semakin obyektif.. artinya, peneliti dan yang diteliti harusnya tak berjarak.. tapi, mungkin yang kau maksudkan obyektif adalah tidak bias? Karena itu dalam riset kualitatif ada “intersubyektivitas” dan “intertekstualitas” atau triangulasi, atau bahasa sederhananya: saling konfirmasi (antarsumber, antar informasi/data/teks). Semakin terkonfirm, maka semakin meyakinkan (bukan obyektif ya) kebenaran yang dicari melalui riset.. gitchuu 🙂
LikeLike