STUDI KASUS, METODE “HERMAPRODIT”?

Oleh: B. S. Wijaya

Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2006). Hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik yang diteliti (deskriptif). Namun sesungguhnya, studi kasus memiliki beragam strategi dan tujuan metodologis, ada studi-studi kasus deskriptif, studi-studi kasus eksploratoris, dan studi-studi kasus eksplanatoris (Robert K Yin, 1996). Ketiganya dapat digunakan secara bersama (strategi pluralistik) atau secara sendiri-sendiri. Meskipun setiap strategi memiliki karakteristik tersendiri, banyak wilayahnya yang tetap saling tumpang tindih. Sehingga pengelompokan tersebut bukanlah pengelompokan yang tegas dan tajam serta tidak dibedakan dari aspek hirarkisnya.

Dalam metode Studi Kasus, penelaahan berbagai sumber data membutuhkan berbagai macam instrumen (teknik) pengumpulan data mulai dari wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi-dokumentasi, kuesioner (hasil survei), rekaman, bukti-bukti fisik, dan lain-lain.

Demikian beragamnya instrumen yang digunakan, membuat studi kasus merupakan satu-satunya metode yang tidak secara tegas memisahkan wilayah Kualitatif dan Kuantitatif dalam proses pencarian informasi. Untuk tujuan deskriptif, eksploratoris maupun eksplanatoris-nya, Studi Kasus cenderung ’menghalalkan segala cara’ dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan. Patokannya adalah kelengkapan dan komprehensivitas. Cara yang lazim digunakan pada paradigma kualitatif maupun kuantitatif dapat digunakan secara bersama-sama, atau setiap paradigma masing-masing dapat menggunakan metode Studi Kasus.  Itulah mengapa, metode studi kasus kerap dijuluki sebagai metode hermaprodit.

K Yin menyebutkan dua jenis studi kasus, yakni studi kasus tunggal (klasik) dan studi multikasus. Dalam studi multikasus, cara-cara yang lazim diterapkan dalam metode eksperimen (kuantitatif) juga dipakai, meskipun logika yang digunakan bukanlah logika sampling, melainkan logika replika. Kasus-kasus yang telah dipilih secara hat-hati berperan seperti pada eksperimen ganda, memiliki hasil yang sama (replika literal) atau hasil yang bertentangan (replika teoretis) dengan yang diprediksikan (dihipotesiskan) secara eksplisit pada awal penelitian (K Yin, 1996). Kasus-kasus ’eksperimentatif’ tersebut digunakan untuk menguji teori yang ada. Sehingga, dari hasil penelitian dapat diketahui apakah kasus tersebut menguatkan teori atau memunculkan teori baru. (by:bams)

Advertisement