Teori-teori Semiotika, Sebuah Pengantar
Oleh: B. S. Wijaya
C.S PEIRCE
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.
Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan.
FERDINAND DE SAUSSURE
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).
ROLAND BARTHES
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.
BAUDRILLARD
Baudrillard memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil tidak mempunyai asal-usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah ada, tidak mempunyai sumber otoritas yang diketahui. Konsekuensinya, kata Baudrillard, kita hidup dalam apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper-reality). Segala sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan yang palsu tampaknya lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006).
Sebuah iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak sebutir pil multivitamin, seketika pria tersebut memiliki energi yang luar biasa, mampu mengerek sebuah truk, tentu hanya ‘mengada-ada’. Karena, mana mungkin hanya karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat luar biasa. Padahal iklan tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk sebagai multivitamin yang memberi asupan energi tambahan untuk beraktivitas sehari-hari agar tidak mudah capek. Namun, cerita iklan dibuat ‘luar biasa’ agar konsumen percaya. Inilah tipuan realitas atau hiperealitas yang merupakan hasil konstruksi pembuat iklan. Barangkali kita masih teringat dengan pengalaman masa kecil (entah sekarang masih ada atau sudah lenyap) di pasar-pasar tradisional melihat atraksi seorang penjual obat yang memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan khasiat obat di hadapan penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton tertarik untuk beramai-ramai membeli obatnya.
JACQUES DERRIDA
Derrida terkenal dengan model semiotika Dekonstruksi-nya. Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep Dekonstruksi –yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui penyusunan konsep (signified). Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni, karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun, 1994 dalam Sobur, 2006: 100). Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-menerus hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak lagi prinsip. Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.
Sebuah gereja tua dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan banyak hal. Ke-gothic-annya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan yang dikenal sebagai abad kegelapan. Seseorang bisa menafsirkan bahwa ajaran yang dihantarkan dalam gereja tersebut cenderung ‘sesat’ atau menggiring jemaatnya pada hal-hal yang justru bertentangan dari moral-moral keagamaan yang seharusnya, misalnya mengadakan persembahan-persembahan berbau mistis di altar gereja, dan sebagainya.
Namun, Ke-gothic-an itu juga dapat ditafsirkan sebagai ‘klasik’ yang menandakan kemurnian dan kemuliaan ajarannya. Sesuatu yang klasik biasanya dianggap bernilai tinggi, ‘berpengalaman’, teruji zaman, sehingga lebih dipercaya daripada sesuatu yang sifatnya temporer.
Di lain pihak, bentuk gereja yang menjulang langsing ke langit bisa ditafsirkan sebagai ‘fokus ke atas’ yang memiliki nilai spiritual yang amat tinggi. Gereja tersebut menawarkan kekhidmatan yang indah yang ‘mempertemukan’ jemaat dan Tuhan-nya secara khusuk, semata-mata demi Tuhan. Sebuah persembahan jiwa yang utuh dan istimewa.
Dekonstruksi membuka luas pemaknaan sebuah tanda, sehingga makna-makna dan ideologi baru mengalir tanpa henti dari tanda tersebut. Munculnya ideologi baru bersifat menyingkirkan (“menghancurkan” atau mendestruksi) makna sebelumnya, terus-menerus tanpa henti hingga menghasilkan puing-puing makna dan ideologi yang tak terbatas.
Berbeda dari Baudrillard yang melihat tanda sebagai hasil konstruksi simulatif suatu realitas, Derrida lebih melihat tanda sebagai gunungan realitas yang menyembunyikan sejumlah ideologi yang membentuk atau dibentuk oleh makna tertentu. Makna-makna dan ideologi itu dibongkar melalui teknik dekonstruksi. Namun, baik Baurillard maupun Derrida sepakat bahwa di balik tanda tersembunyi ideologi yang membentuk makna tanda tersebut.
UMBERTO ECO
Stephen W. Littlejohn (1996) menyebut Umberto Eco sebagai ahli semiotikan yang menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif dan kontemporer. Menurut Littlejohn, teori Eco penting karena ia mengintegrasikan teori-teori semiotika sebelumnya dan membawa semiotika secara lebih mendalam (Sobur, 2006).
Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian mengubah konsep tanda menjadi konsep fungsi tanda. Eco menyimbulkan bahwa “satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar, melainkan suatu tempat pertemuan bagi unsur-unsur independen (yang berasal dari dua sistem berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan bertemu atas dasar hubungan pengkodean”. Eco menggunakan “kode-s” untuk menunjukkan kode yang dipakai sesuai struktur bahasa. Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti apapun, dan dalam pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik. Kode-s bisa bersifat “denotatif” (bila suatu pernyataan bisa dipahami secara harfiah), atau “konotatif” (bila tampak kode lain dalam pernyataan yang sama). Penggunaan istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure, namun Eco ingin memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang lebih bersifat dinamis daripada yang ditemukan dalam teori Saussure, di samping itu sangat terkait dengan teori linguistik masa kini.
rani
aq seneng baca tulisan di atas
ada yg pgn aq tanyain…..boleh? ^_^
gimana cara jelasin “cara berpakaian sebagai bentuk komunikasi”?
dengan metode semiotika bs kan?tp yg aq bingungin, bagaimana memaparkan itu jd sesuatu yg ilmiah, contohnya gmn yg bang?
jelasin dikit dung, buat tema skripsi nih…..hehe :p
LikeLiked by 1 person
bambangsukmawijaya
tentu aja boleh, Rani. Pakaian kan juga salah satu simbol komunikasi. Pesan yang disampaikan ketika orang berpakaian rapi dan santai kan beda, belom lagi soal model, soal warna, soal padu-padan antara atasan dan bawahan, dll. Saya ada beberapa jurnal mengenai semiotika busana ini. Kalau berminat bisa hubungi saya di: bsukma@writing.com
saya sayarankan juga untuk membaca artikel Samuel Mulia di halaman 3 atau 5 (kalau ngga salah) KOMPAS MINGGU setiap minggu yang membahas anekdot2, parodi dan (tentu saja) pesan2 menarik berkaitan dengan pakaian/busana dan gaya hidup. Siapa tahu itu cukup membantu memperkaya skripsi rani.
Selamat bersemiotika-ria ya.
Salam,
Bams
LikeLike
Agus Yanuarsa
mas bambang, saya mau tanya. Kira2 dari teori semiotika yang ada di blog mas ini mana yang paling cocok untuk menganalisis tayangan televisi, khususnya tayangan dialog yang disiarkan oleh TVRI. Terima kasih ya mas. saya berharap jawaban dari mas bambang bisa membantu saya yang sedang menyusun skripsi tentang tayangan semiotika dialog di TVRI..terima kasih sekali lagi.
LikeLike
hilman
salam untuk kebebasan, bahwa kehidupan adalah suatu hal yang absur dan tidak mapan. oh…ya… saya ingin bertanya bagaimana penerapan konsep dan metode simiotika pada kajian yang yang bukan sastra, misalnya ekonomi, dan lainnya. terima kasih. saya sangat antusias dalam mengekuti dan mempelajara kerangka yang baru hidup lagi karena terkubur oleh strukturalis selama beberapa dan baru muncul tahun 80-90-an di indonesia hingga sekarang masih dalam sebuah pembuktian akademis dan kontroversiat yang harus dipilih oleh oknum untuk digunakan sebagai metodelogi dalam analisis penulisannya. terima kasih….
LikeLike
Lucy Supratman
Halo salam kenal. Artikel semiotikanya menarik. Mas, saya boleh ikut nanya ya,berhubung laporan TA saya juga tentang semiotika, tapi masih bingung buat milih responden (beneran stuck). Jadi saya mau neliti wanita yang harus selalu tampil langsing gara-gara iklan TV yang bilang kalo wanita seksi itu yang langsing kayak nadira saphira yang mas bambang kupas di artikel diatas. Nah, supaya nelitinya cepet, mendingan pake kuantitatif atau kualitatif? Abis mas bambang lbh expert. Trus kategorisasi responden juga masih bingung?Makasih ya mas dah bantu.. 🙂
LikeLike
herry
mas….aku ikut nanya.
langsung aja yah..
aplikasi semiotika dalam bidang desain interior, seperti apa??
sertakan dengan gambar2 juga yah..
terima kasih…
LikeLike
MARTHEN
hi,salam kenal
saya mau nanya dikit ni,saya mo nulis skripsi tentang sebuah adat perkawinan tradisional tapi saya kurang yakin klo itu bisa diterima dan kira – kira yang bagusnya saya mulai dariman???
LikeLike
yoso
tabik,sekaligus salam kenal.
mungkin saya orang kesekian yang merepotkan anda. tapi inilah resiko yang harus anda peroleh dari sistem komunikasi dan kepopuleran anda. hehehe..maaf, saya ingin banyak menelusuri tentang teori dekonstruksi. saya melihatnya sedikit di blog anda ini yang menuliskan Derrida. saya masih penasaran dengannya. sebagian orang menganggapnya susah, dan mungkin saya pun juga mengalaminya, alisa sepakat. maaf, jika menambah beban anda,. saya berharap anda mau membantu saya. terimakasih banyak sebelumnya. ttd. yoso.
LikeLike
feridian
salam kenal …
wacana semiotika dari dulu sangat menarik hati saya, dengan adanya artikel ini saya jadi tambah wawasan tentang seniotika.
Rencananya saya ingin mengambil judul ekploitasi wanita dalam film horor. yang saya tanyakan pada anda enaknya saya mulai dari mana ya, seperti yang kita ketahui kebanyakan dalam film horor banyak sekali adegan yang tidak sesuai dengan cerita film horor tapi malah menampilkan adegan yang mengarah ke adegan syur, yang mana yang selalu dieksploitasi wanita. saya juga takut kalau kalau malah dengan judul ini skripsi saya tidak diterima karena judulnya malah mengarah ke fenomenologi. mohon bantuannya. terima kasih
LikeLike
Djati Pras
Mas saya mo tanya, kalau kita pengen neliti tentang bgmn sebuah sistem simbol budaya tradisi di kreasi atau dikonstruksi sbg bagian dari sebuah strategi budaya ttt; maka jenis semiotik yg mana yg tepat untuk diaplikasikan.
maturnuwun.
LikeLike
gizhel
Kalau semiotika film pendek? Pakenya metz ya? Dikaitkannya dengan media kritik sosial.
LikeLike
TIKA
APA SIH MAKSUDNYA…………
GUE GAK NGERTI,….
SOALNYA GUE MALAS BACA…………
HEHEHEHEHE…..!!!!!!!!!
LikeLike
bambangsukmawijaya
hmmm.. kalo ngga dibaca ya pasti ngga bakalan ngerti, tika.
jangan malas baca ah. membaca sama dengan ketika kita berada di dalam sebuah kamar gelap dan pengap, tiba2 kita menemukan kunci jendela lalu membuka jendela itu lebar2 sehingga kita bisa menghirup udara segar sekaligus melihat luasnya hamparan langit yang indah. nah, tika tinggal milih aja, mau terus-menerus dalam ruangan gelap dan pengap atau membuka jendela dan menghirup udara segar.
salam, B.
LikeLike
Orin
mas bambang, saya mohon bantuannya dunk. kira-kira orin musti pake teori apa yang berkaitan dengan pengaruh pemakaian lambang smilies dalam sms? Mohon di balas y mas. Terimakasih.
LikeLike
Nattra
Hye everyone..
nak tanya pendapat korang..
cmner nak kaitkan sign, signifiyers and signified dalam persembahan..
tq
LikeLike
aditya
Wahh..penjelasan tentang Semantiknya berguna banget, singkat jelas dan padat ^^ plus gambar pula ^^
Pas lagi nyari2, ehh ada segitiga makna ^^
Aku minta izin buat pakai gambarnya boleh??
LikeLike
bambangsukmawijaya
Silakan, bos Adit.. moga bermanfaat dan membantu..
salam,
BSW
LikeLike
adhietya
thx bwt penjelasannya yg sngat membantu bgt..
jd sdikit terinspirasi bwat berkata-kata d skripsi ak, yg kbetulan tentang semiotika foto headline..
ada saran gak bwat penelitian ak??
thx b4 =)
LikeLike
tenni
tulisannya cukup membatu saya niey..
saya baca d atas, anda punya beberapa jurnal mengenai semiotika busana…
boleh minta ga???lagi kebingungan niey…
saya sedang mengajukan skripsi mengenai representasi gaya berpakaian remaja putri..
thx..
LikeLike
shintani
hai BSW…
saya mau numpang tanya nich..
saya sekarang sedang menyusun skripsi dengan judul (“makna desain komunikasi visual pada sampul majalah remaja – analisis semiotik pada sampul majalah GIRLFRIEND Indonesia”)..
nah, di skripsi ini saya pake teori semiotik nya Peirce…
tapi saya masih kurang mengerti bagaimana menghubungkan skripsi saya, yang nantinya akan menganalisa bentuk, gambar, tipografi, warna, layout pada sampul majalah itu dengan menghubungkan ke teori segitiganya Peirce…
yang mana yang menjadi sign, interpretant n objeknya…
saya harap BSW bisa bantu nich..hehehe…
dengan memberikan contoh mungkin…
thx yach..
-shintani- (sjab2323@gmail.com)
LikeLike
niendita
emmmmmmmmmm,,,,minta pendapat mas,tentang penulisan skripsi dengan teori semiotik…kalo misalnya saya angkat tentang bang one (TvOne),kira2 gambaran semiotik yang bisa saya angkat kaya gimana ya mas???
trimakasih masukannya,,,,
LikeLike
bongkek
saya anak ilmu komunikasi,kalo mau analisis karikatur cocoknya pake ROLAND BARTHES atau C.S PEIRCE
mohon pencerahannya.makasi banyak om…..
LikeLike
defri
bang kalo aku mau teliti foto semiotik yaang aku pake baiknya punya siapa yah??? mohon bantuannya thanks before…
LikeLike
Laraz
mas bams,, ulasan diatas lumayan ngbantu aku buat sedikit memahami teori semiotika
aku mo coba tema skripsi tentang bahasa mural di jalanan n ternyata kata dosenku itu juga memakai kajian semiotika n identitas. Aku blum tau banyak mengenai semiotika,, kira-kira teori yang bisa aku pakai untuk mengupas itu yang mana ya? aku lagi tertarik teori Eco tapi lum dapet banyak referensi. Banyak temanku memakai teori Barthes,,
Dbantu ya mas Bams,,
Thx
LikeLike
putri citra
mas.. aku mau nanya..
klo penggunaan teori semiotika dalam penelitian studi kasus mengenai corporate identity bisa ato ga yah ?? dari kemarn sy nyari2 ttg teori simbol sebagai pegangan buat penelitian soal corpoarte identity..
makasihh
LikeLike
indra
terima kasih atas informasinya mas.
saya agak bingung dalam menggunakan teori.
skripsi yang saya buat cocoknya pake teori apa y?
untuk sementara dalam menganalisis tulisan di iklan saya pake teori barthes mengenai denotasi dan konotasi. sedangkan gambarnya pake teori pierce.
mohon sarannya mas
LikeLike
irham mashuri
tlg bantuannya mas, aku lg penelitian ttg “Analisis semiotik pesan verbal dan nonverbal dalam film Ketika Cinta Bertasbih 1, tlg bantuannya y, thanks..
LikeLike
arsy
Siang mas bambang….
senangnya bisa membaca tulisan mas bambang diatas…
saya sebetulnya mau menyusun tulisan skripsi studi semiotika pada simbol-simbol perusahaan (logo, warna dan uniform) dalam membentuk citra perusahaan… cuma mas masih bingung gimana nulisnya dan pakai teori semiotika mana yg tepat…
smoga mas bambang bisa bantu saya…
mohon pencerahannya mas bambang… makasih sebelumnya…
LikeLike
Kiky Rizky
Salam untuk penulis.
Sungguh senang saya membaca tulisan di blog anda. Kebetulan saya sedang akan mengambil skripsi tentang semiotika visual. Kira-kira penulis mempunyai jurnal tentang semiotika visual sampul majalah? Saya hendak ‘meminjam’nya untuk bahan kajian. Terima kasih.
LikeLike
Reiza Yuliana
aq mw skripsi linguistik pake teori semiotika, mw analisis cover album..
klo aq tanya2 boleh kn?? Mohon bantuannya ^__^
LikeLike
kahfie
Artikel bagus.
LikeLike
Mimi S
Mas bambang, judul skripsi saya “Program Spa for Family sebagai media Pembentukan Citra Perusahaan”.
sejauh ini saya sudah mencari teori yang terkait dengan “program sebagai media”, saya sudah mencari teori yang sesuai tetapi kenapa semuanya justru lebih membahas media cetak dan elektronik, padahal yang saya maksud di sini bukan media massa ataupun nirmassa.
Yang saya cari yang terkait program sebagai media pembentukan citra.
Menurut mas Bambang teori apa yang bisa membantu saya?
Thx b4
LikeLike
rio
mas mau tanya donk menurut mas kalau saya membahas soal simbolisasi wayang memakai model apa ya?
LikeLike
NICCHAN
Artikel yyang bagus dan sangat membantu pengerjaan tugas saya. Terima kasih^^
LikeLike
narita
halo 😀
tertarik nih tentang semiotikanya pierce, soalnya mau dipakai juga untuk skripsi hee
kalau logo tipe di koran, sebaiknya menggunakan teori pierce atau barthes yaa sebagai rujukan teori penelitiannya?
masih bingung eunk
LikeLike
bambangsukmawijaya
semua bisa masuk, tergantung isunya apa yang pengen kamu kaji
LikeLike
narita
sudah beres bang haha terima kasih XD
LikeLike
khanza
Mas klo semiotika tulisan-tulisan di truk itu pakenya teori yang mas tulis atau teori yg lain? soalnya saya tampaknya tertarik untuk menganalisis semiotik tapi ntah benar2 mau milih itu atau tidak soalnya saya masih galau mas, banyak masalah yg ingin saya teliti cuman bingung mau pilih yg mana
LikeLike
bambangsukmawijaya
coba pake analisis wacana, biar ngga bosen semiotika mulu, dengan isu representasi… itu merepresentasikan apa? kegalauan? rintihan kalbu? pemberontakan kelas yang terpinggirkan? atau sebuah ancaman separatisme kultural?
LikeLike
primasinggih
Reblogged this on primasinggih.
LikeLike
Turiman Fachturahman Nur
Coba kita perhatikan lambangf negara kita apakah secara semiotika figur burung garuda atau figur burung elang rajawali mohon dijelaskan mengapa antara fakta gamabar dengan teks hukum negara berbeda ?
LikeLike
bambangsukmawijaya
hmmm..
LikeLike
yulius
salam hangat mas, saya mau nanya, kajian semiotik yang mana ya yang akan saya pakai ketika saya mau neliti tentang komunikasi non-verbal simbol “Salam Tiga Jari” pada band Surabaya dan masyarakatnya juga? tq before
LikeLike
bambangsukmawijaya
semua teori semiotik bisa masuk, tergantung isunya apa dulu yang pengen dikaji
LikeLike
Julay
UrGent..
Mas Bambang, salam kenal.
Sayabmau tanya pendapat kang mas, klo untuk membahas desain website cocoknya pake teori apa perspektif siapa ya? Bingung nih untuk nyelesein TA akhir Agustus ini. Tolong bantuin ya kang mas. Lebih lanjut, mungkin saya bisa diskusi.
Tengs berat..
LikeLike
bambangsukmawijaya
isunya apa dulu, yang pengen dikaji.. baru nyari teori.. apakah isu representasi, efektivitas, atau apa?
LikeLike
ahmad
terimakasih mas bambang
membantu saya dapat informasi lebih ringan dan berbobot
salam A 😀
LikeLike
bambangsukmawijaya
salam. thx
LikeLike
fausta_dona
aku senang ada blog yang sangat membantu ini
saya mau tanya mas bambang, boleh? ^^
judul skripsi saya “analisis semiotik terhadap ragam hias kain ulos” nah yang mau diteliti lambang/simbol gambar yang ada pada kain ulos. nah kalo saya mau meneliti ini, ini bisa dibilang termasuk linguistik kan mas? terus kira2 saya harus jenis semiotik yg mana yg tepat untuk diaplikasikan??
mohon bantuannya dengan sangat mas. terima kasih banyak
LikeLike
bambangsukmawijaya
isu semiotiknya apa dulu yang mau diteliti? apakah pengen tau simbol itu merepresentasikan apa?
LikeLike
aka puzaka
salam hangat.. saya ingin menanyakan tentang teori roland barthes yg memposisikan mitos dengan ideologi. karna saya sedang melakukan tugas akhir kuliah yg membahas karikatur dengan pisau bedah roland barthes, tapi saya tidak menggunakan mitos akan tetapi menggantikannya dengan ideologi.
kalau boleh minta masukan, selain dalam buku sobur :2006 yg bisa menguatkan posisi ideologi yg menggantikan mitos itu dalam teori roland barthes apalagi..
terima kasih banyak sebelumnya.
LikeLike
bambangsukmawijaya
barthes menyebut mitos itulah ideologi, jadi ngga usah bingung ya.. kan sama aja toh? mitos itu kebenaran (yang lahir dari makna konotatif) yang diyakini benar meskipun belum tentu benar (kan bukan denotatif).. ideologi juga gitu, dari kata ide dan ideal, sesuatu yang ada di sana (makna lain/ konotatif) yang kita yakini benar, meskipun yang real (denotatif) ada di sini.
LikeLike
uty
salam kak bams.. putri mau tanya teori yang mana cocok untuk film ganteng-ganteng serigala kak bams?? balas segera mungkin ya kak bams… 😀 terimakasih
LikeLike
bambangsukmawijaya
isunya dulu apa yang mau dikaji dari sinetron itu, baru cari teorinya… karena satu obyek bisa dikaji dari berbagai isu, bisa isu representasinya, isu pemaknaan simboliknya, isu dampaknya, isu penerimaan/ penangkapan audiens, isu wacana yang muncul, isu etikanya, dan banyak lagi.. tentukan isunya dulu kalau mau penelitian, baru cari teori yang kira2 bisa memberi penjelasan awal, dan kemudian metode yang pas untuk menjawab tujuan riset
LikeLike
Ritha
Sangat membantu…thanks.
LikeLike
Rizal
Kak aku mau nanya, kira2 dari semua pandangan para ahli tentang semiotik di atas yang cocok untuk dipakai dalam penelitian body language yang mana yah ? Thx be4
LikeLike
das
skripsi saya tentang analisis semiotika karikatur surat kabar untuk mengetahui makna ikon, indeks dan simbol model Peirce. Tapi saya bingung untuk mulai menafsirkannya, menggunakan kamus, ensiklopedia, atau bagaimana? karena saya khawatir menilainya jadi subjektif. Mhn bantuannya ya 🙂 makasih
LikeLike
bambangsukmawijaya
Dear Das,
Pertama yang kamu harus tentukan adalah isu apa yang ingin kamu teliti dari karikatur tersebut, apakah ada hal yang menarik/ unik/ menghebohkan dari karikatur di media tersebut? Isu yang ingin kamu kaji harus jelas: apakah kamu ingin mengaji karikatur itu meREPRESENTASIkan apa? atau kamu ingin memahami PESAN apa sesungguhnya yang ingin dikomunikasikan oleh karikatur itu? Semiotika hanyalah sebuah pendekatan untuk mengajinya. Ibarat kacamata, semiotika itu hanya kacamata untuk melihat isunya. Dengan isu dan obyek yang sama, kalo menggunakan kacamata yang lain (berbeda) pasti hasil penglihatannya juga beda, kan?
Kalo soal subyektif, metode yang bersifat kualitatif memang pendekatannya subyektif (beda dengan kuantitatif yang data dan pendekatannya bersifat obyektif), karena instrumen penelitiannya ya peneliti itu sendiri. Jadi peneliti harus mengerahkan daya reflektif dan empatiknya semaksimal mungkin dalam menganalisis. Tapi dalam kualitatif kan ada yang namanya intersubyektivitas dan obyektivitas (kalo dalam kuantitatif disebut validitas atau keabsahan data). Di sini peneliti disarankan melakukan kroscek/ konfirmasi/ triangulasi dengan sumber-sumber (subyek2 atau teks2) lain atas segala informasi yang diperoleh dan hasil refleksi (interpretasi) peneliti. Tujuannya agar argumen-argumen yang disampaikan peneliti dalam menganalisis data/ informasi menjadi kuat dan kredibel (bisa diterima) sebagai sebuah kebenaran. Jadi nggak usah takut subyektif yaa, yang penting ada krosceknya tadi 🙂
Moga bermanfaat.
salam,
bsw
LikeLike
Andam
Selamat malam, Mas. Artikelnya sangat membantu sekali utk saya yg sedang menyusun skripsi, apalagi ketika baru nyusun ini masih sulit membedakan satu teori semiotika dan teori semiotika lainnya.
Saat ini saya sedang melakukan analisis yaitu representasi nilai immoral pada salah satu film superhero. Menurut Mas apakah sudah tepat jika saya memilih menggunakan analisis semiotika utk film tersebut? Dan teori semiotika mana yang paling cocok untuk menganalisa film tersebut?
Terimakasih sebelumnya.
LikeLike
Ady Wirayasa
Selamat malam bang.
Setelah membaca tulisan ini pengertian saya tentang teori-teori yang ada di dunia semiotik lebih terbuka. Jelas beserta contoh dan gambar yang bagus bang. hehehe
terus terang, awalnya saya sudah baca buku semiotik yang diberikan dosen berulang, tapi masih saja bingung, tapi tulisan ini sangat membantu 😀
kalau boleh saran, mungkin ilustrasi gambar bisa ditambah bang dan contoh yang agak complex juga mungkin bisa ditambah.
btw terimakasih atas informasinya bang (y)
LikeLike
bambangsukmawijaya
Oke, makasih sarannya.. nanti akan saya bahas semiotik lebih komprehensif berikut mazhab2nya.. tapi sebagai ‘pintu masuk’ untuk sekadar mengenal dulu dasarnya, moga-moga artikel ini cukup membantu ya 🙂
LikeLike
Gian Rangga Permana
di kasih bibliogrphy donxxx mas
LikeLike
bambangsukmawijaya
cek aja di dokumen aslinya, link jurnal (full text paper)
LikeLike
abu dira syifa
Reblogged this on ABUDIRA FOREVER and commented:
a nice article
LikeLike
bambangsukmawijaya
Moga bermanfaat 🙂
LikeLike
Pingback: Studi Semiotika selayang pandang | Blog Pak Fay
bambangsukmawijaya
Go ahead. Thanks.
LikeLike
Pingback: Studi Semiotika selayang pandang | ABUDIRA FOREVER
bambangsukmawijaya
Go ahead. Thanks.
LikeLike
rosalia
syalom kk,,judul skripsi saya tentang penggunaan metabahasa oleh kalangan pencuri,,kira2 yang cocok pake teorinya roland barthes atau charles sander pierce? sya mengalami kesulitan,,terima kasih,,
LikeLike
bambangsukmawijaya
klo cm pngen tau simbol2 yg digunakan, pake pierce… tp klo pngen tau bahasa bersayapnya dan mitos terkait maknanya, gunakan barthes.
salam,
bsw
LikeLike
Jejen Arios
hello salam kenal mas bambang,
saya lagi penelitian analisis film perjuangan operasi trisula
kira kira kalau saya teliti mengunakan teori dan kategori mengunakan teori apa, Supaya lebih mudah untuk menelitinya.
Mohon bimbingannya maz…… URUGENT 🙂
LikeLike
bambangsukmawijaya
jangan teorinya dulu mas yang dicari kalo penelitian, tapi isu atau masalah apa yang ingin dijawab lewat penelitian… analisis film bisa dengan berbagai teori, paradigma, metode, pendekatan.. yang penting isunya dulu mau fokus ke mana, tercermin dari pertanyaan riset biasanya.
LikeLike
elly
Dari teori di atas, yang membedakan di antara C.S peirce dgn yg lain apa ya?
kebetuln sy ingin meneliti lirik lagu bang.. yang mempresentasikan kehidupan LGBT, cocok pake teori semotik kah? Jika iya, semiotk dr roland Br kah ?
atau teori komunikasi yg lain?
LikeLike
bambangsukmawijaya
mbak elly… representasi lirik lagu bisa diteliti dengan pendekatan semiotika barthes (kalo tujuannya utk memahami mitos dalam lirik lagu), bisa juga analisis wacana (kalo tujuannya utk memahami praktik penandaan atau relasi kuasa dlm konteks sosial budaya politik ekonomi), tergantung tujuan risetnya apa, secara spesifik
LikeLike
ferina
mas bambang saya mau nanya , kalo saya mau meneliti simbol iluminati dr film minions , itu cocoknya pakai teori apa ?
LikeLike
bambangsukmawijaya
tergantung tujuan spesifik atau isu apanya dari simbol tsb yg akan kamu teliti. Kalo makna simbol, bisa pake teori2 semiotika, kalo perbincangan, makna dan konteksnya, bisa pake teori2 wacana, jadi tetapkan dulu fokus isu dan masalah penelitian, baru mikirin teorinya yang cocok… karena satu obyek, bisa ditelaah dari berbagai teori, metode dan paradigma..
LikeLike