Implikasi Perkembangan TI dalam Organisasi dan Koreksi Atas Teori Media Richness
Oleh: B. S. Wijaya
Perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat dewasa ini membuat banyak organisasi/perusahaan melakukan tranformasi teknologi informasi maupun budaya perusahaan. Elizabeth Lane Lawley (1994) menyebut penerapan TI dalam organisasi berimplikasi pada perubahan struktur organisasi dari dekonsentrasi (sentralisasi) menjadi desentralisasi, dari vertical menjadi horizontal.

Implikasi perkembangan TI dalam organisasi dan perusahaan (source: Bambang Sukma Wijaya, 2007)
Perkembangan teknologi informasi juga memunculkan gaya hidup atau cara kerja baru yakni e-office atau virtual organization dan home office. Fenomena e-office menjadikan organisasi berbasis informasi dan gaya kepemimpinan menjadi fleksibel karena memiliki visi untuk senantiasa melakukan perubahan misi sesuai perkembangan situasi. Perusahaan tidak lagi harus mengandalkan ratusan computer, ratusan karyawan, dan gedung sekian lantai untuk membangun kantor perusahaan bonafid. Cukup dengan seperangkat teknologi informasi maka seluruh pekerjaan dapat dilakukan secara virtual. Sehingga biaya-biaya dapat ditekan seminimal mungkin dan margin keuntungan dapat dimaksimalkan.
Biasanya perusahaan virtual mengandalkan tenaga-tenaga freelance berkualitas dan professional. Demikian pula karyawan-karyawan dapat bekerja lintas waktu di rumah masing-masing, sambil menjalankan pekerjaan lain. Klien-klien pun tidak harus selalu bertemu langsung. Karena bisa dilakukan melalui internet, teleconference, video call, dan lain-lain yang kurang lebih sama efektifnya dengan pertemuan langsung secara fisik.
Hal ini mengubah paradigma dan definisi kehadiran sosial menurut pandangan teori Media Richness. Dikemukakan bahwa semakin tinggi kehadiran sosial suatu media maka semakin efektif media tersebut. Dalam teori tersebut, parameter kehadiran sosial diukur menurut tingkat kehadiran fisik. Padahal, di zaman cyber sekarang ini, kehadiran sosial berpindah ke makna baru berupa kehadiran virtual.

Teori Media Richness dan redefinisi kehadiran sosial (source: Bambang Sukma Wijaya, 2007)
Kehadiran sosial bisa sama efektifnya dengan kehadiran virtual. Begitu banyak komunitas-komunitas atau kelompok sosial muncul dalam virtual dan membangun kedekatan sosial tanpa suatu kehadiran fisik, seperti fenomena milis, friendster, facebook, dan lain-lain. Karena itu, makna kehadiran sosial dalam teori Media Richness harus mengalami redefinisi dengan memperluas cakupannya bukan hanya kehadiran fisik, tetapi juga kehadiran virtual. (BSW —complete paper is available on writer’s desk)
Andri Wibowo Susilo
Dear Pak Bambang,
Perkenalkan saya Andri Wibowo Susilo dari surabaya.
Saat ini saya sedang menempuh program doktor ilmu manajemen di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
Saya interest di media richness untuk aplikasi di dalam keberhasilan/kesuksesan sebuah perusahaan bisnis.
Kalau tidak keberatan kita bisa berkorespondensi karena saya butuh sparing partner dari ahli komunikasi untuk ini.
Terima Kasih.
Andri Wibowo Susilo
LikeLike
bambangsukmawijaya
boleh, pak Andri. Korespondensi via email langsung aja ke: bambangsukma@yahoo.com
salam, B
LikeLike
opang sunandang
komunikas terjadi tidak hanya menggunakan media sata melainkan secara tatap muka punm sudah dikatakan komunikasi yang disebut face to face.
LikeLike
bambangsukmawijaya
benar, pak opang.. yg dibahas di atas tentu komunikasi bermedia teknologi komunikasi. Sementara sebagian pakar menyebutkan bahwa komunikasi face-to-face pun tetap memiliki media udara dsb. Ini berarti pengertian ‘media’ harus jelas dulu.
Yang pasti, merujuk pada artikel di atas, fenomena kehadiran sosial melalui media teknologi informasi seperti internet kini sedang booming (disebut kehadiran virtual). Ilmu komunikasi harusnya mampu mengakomodir fenomena-fenomena dan perkembangan terbaru yang melesat cepat.
LikeLike
ade syahwaludi
komunikas terjadi tidak hanya menggunakan media sata melainkan secara tatap muka punm sudah dikatakan komunikasi yang disebut face to face.
LikeLike