12140547_1021723324546712_3920488040297078775_nMidnight Culture: Ketika Kaum Muda Urban Memperlakukan Malam sebagai Siang

Oleh: B. S. Wijaya*

Sinopsis

Midnight culture atau budaya tengah-malam adalah aktivitas produktif dan konsumtif masyarakat di waktu tengah malam hari yang ditandai perilaku dan gaya hidup begadang atau berjaga tidak tidur hingga menjelang waktu pagi hari. Budaya ini direproduksi oleh media melalui program-program acara yang ‘menghidupkan’ waktu tengah-malam hingga menjelang pagi bahkan siaran 24 jam. Budaya ini juga diafirmasi dan dikomodifikasi oleh merek-merek dengan menawarkan nilai-nilai produk dan layanan yang mendukung kenyamanan konsumen dalam menghabiskan waktu tengah-malam hingga menjelang pagi tersebut.

Berkaitan dengan midnight culture yang ditandai budaya begadang ini, penulis menemukan beberapa makna penting dari anak-anak muda urban sebagai aktor atau pelaku begadang. Pertama, begadang merupakan indikator gaya hidup insomnia yang dilakoni dengan ‘bangga’. Alih-alih menjadi momok penyakit yang menakutkan, insomnia malah dimaknai sebagai realitas yang memberikan identitas eksklusif (keren) dan heroik. Kedua, begadang merupakan media bagi anak muda urban dalam memenuhi hasratnya mencapai kesuksesan. Ketiga, begadang juga merupakan media bagi anak muda urban dalam mengonstruksi identitas ‘workaholic’, sebuah identitas yang terkait dengan hasrat mencapai kesuksesan. Keempat, begadang di gerai bermerek (branded merchant) 24 jam memberikan kesenangan (pleasure) sosial, karena sifatnya sebagai ruang publik yang terbuka, terang dan dipenuhi pengunjung.

Ada proses dialektikal antara wacana personal anak-anak muda urban dalam memaknai midnight culture atau budaya begadang dengan wacana sosial (kolektif) maupun wacana media. Ketika insomnia menjadi realitas keren dan heroik, subyek tak dapat melepaskan diri dari wacana film tentang keheroikan dan kekerenan pengidap insomnia. Ketika kesuksesan dan workaholic menjadi wacana sosial yang dianggap ‘mampu meningkatkan citra’ seseorang, maka begadang menjadi medium bagi anak muda urban untuk memilikinya. Budaya begadang juga, secara diskursif, tidak terlepas dari sifatnya yang ‘sosial’, di mana secara tradisional, masyarakat Indonesia kebanyakan begadang secara bersama-sama.

*Brand Scientist, Strategist and Culturalist. E-mail: bswijaya98@yahoo.com

Cite this article –APA Style– as follow (kutip artikel ini dengan penulisan di daftar pustaka sbb):

Wijaya, B. S. (2015). “Midnight Culture: Ketika Kaum Muda Urban Memperlakukan Malam sebagai Siang” [Midnight Culture: When Urban Youth are Making Nights as Days]. In Budiawan (ed), Media [Baru], Tubuh, dan Ruang Publik: Esei-esei Kajian Budaya dan Media [New Media, Body, and Public Space: Media and Cultural Studies Essays]. Yogyakarta: Jalasutra, pp. 165-200

Wijaya, B. S. (2015). “Midnight Culture: Ketika Kaum Muda Urban Memperlakukan Malam sebagai Siang”. Dalam Budiawan (ed), Media [Baru], Tubuh, dan Ruang Publik: Esei-esei Kajian Budaya dan Media. Yogyakarta: Jalasutra, hal. 165-200

Advertisement