Komunikasih: Komunikasi Positif Berbasis Empati
by B. S. Wijaya
Abstrak
Komunikasih adalah komunikasi empatik yang menyertakan energi kasih sayang dalam penyampaian pesan sehingga menimbulkan pemahaman yang baik dan benar oleh penerima pesan, serta berefek terciptanya emosi positif yang penuh kasih dan perdamaian di antara para pelaku komunikasi. Komunikasih adalah komunikasi yang tulus, tidak egois, dan konstruktif. Jika negativitas komunikasi dapat ditemui di setiap unsur komunikasi, maka komunikasih pun selalu melibatkan cinta dan kasih sayang di setiap unsur dan tahap proses komunikasi. Komunikator yang penuh kasih selalu mendasari aktivitas komunikasinya dengan niat yang baik dan tulus. Penciptaan makna pesan (encoding) yang dibingkai cinta dan kasih sayang akan menghasilkan pesan-pesan yang baik dan positif. Begitu pula dengan saluran penghantar pesan, baik dalam wujud media, pihak ketiga atau kegiatan yang diliputi nuansa kasih akan terhindar dari gangguan buruk (black noise) dan kekeliruan, baik disengaja maupun tak disengaja. Proses penafsiran makna pesan (decoding) yang melibatkan kasih sayang pun membuat penerima pesan bebas dari prasangka buruk. Sehingga, pesan tersebut menghasilkan efek dan respon positif secara emosional, situasional maupun efek dalam bentuk runtunan komunikasi positif berikutnya. Dengan demikian, konflik negatif, perselisihan dan kekerasan pun dapat dicegah. Ada enam prinsip utama Komunikasih, yakni niat dan tujuan yang baik dan tulus (heartfelt intention and goal), pesan yang konstruktif dan tanpa pamrih (constructive and selfless message), pemaknaan berbasis empatik (empathetic meaning-making), penyampaian pesan dan umpan balik yang welas asih (compassionate delivery and feedback), penggunaan media secara positif (positive media use), dan dampak-dampak yang penuh kasih sayang (affectionate impacts).
KOMUNIKASIH: THE EMPATHY-BASED POSITIVE COMMUNICATION
Komunikasih is empathetic communication that includes the energy of affection and compassion in delivering messages to lead to a good and correct understanding by the recipient of the message, and the effect of creating positive emotions that are full of love and peace among the communicators. Komunikasih is sincere, selfless, and constructive. If communication negativity can be found in every communication element, then Komunikasih always involves love and affection in every element and stage of the communication process. Loving communicators always base their communication activities on good and sincere intentions. Creating meaning of messages (encoding) framed by love and affection will produce good and positive messages. Likewise, with message delivery channels, whether in the form of media, third parties, or activities covered with nuances of love, will avoid black noise and mistakes, whether intentional or unintentional. The process of interpreting the meaning of messages (decoding), which involves affection, also makes the recipient of the message free from prejudice. These messages produce positive emotional, situational, and effectual responses in the next positive communication sequence. Thus, negative conflicts, disputes, and violence can be prevented. There are six main principles in Komunikasih, namely heartfelt intention and goals, constructive and selfless messages, empathetic meaning-making, compassionate delivery and feedback, positive media use, and affectionate impacts.
Read more: KOMUNIKASIH (Communication with Compassion)
How to Cite: Wijaya, B. S. (2015). Komunikasih: Komunikasi Positif Berbasis Empati [Komunikasih as an Empathy-based Positive Communication]. Journal Communication Spectrum, 5(2), 147-166. https://doi.org/10.36782/jcs.v5i2.2019
Relasi Konsumen dan Merek dalam Dimensi Simbolik, Sosial dan Politik
Oleh: B. S. Wijaya
Abstrak: Oleh Baudrillard (1996), ‘merek’ (‘brand‘) disebut memberi kontribusi bagi masa depan bahasa konsumsi. Kita pun dapat melihat dewasa ini merek menjadi wacana yang mengintrusi hampir segenap sisi kehidupan masyarakat pascamoderen, dan dibahasakan dalam konteks konsumsi secara luas. Hal ini berimplikasi pada konstruksi relasi konsumen dan merek yang bergerak dalam berbagai dimensi pemaknaan yang tidak tunggal. Makalah ini mengkaji secara konseptual bagaimana konstelasi makna relasi konsumen dan merek dalam dimensi simbolik, sosial dan politis. Continue reading
How the Client Service Department in Local Advertising Agency Manages Relationships with Multinational Client: An Intercultural Business Communication Perspective
Suharyanti, B. S. Wijaya, A. H. Sutawidjaya & Marseila
Abstract: A business institution and individuals who are involved, is often faced with a situation where business partners have the cultural background from different countries. How to manage communications for good business relationship in such situations? This research examines the strategies undertaken by the Client Service Department in an Indonesian local advertising agency in managing business relationships with multinational client from one of Europe countries. Using the case study method by interviewing clients and client service persons as well as observing the situation in the agency’s work environment, researchers found that in building relationships, client service Continue reading
Midnight Culture: Ketika Kaum Muda Urban Memperlakukan Malam sebagai Siang
Oleh: B. S. Wijaya*
Sinopsis
Midnight culture atau budaya tengah-malam adalah aktivitas produktif dan konsumtif masyarakat di waktu tengah malam hari yang ditandai perilaku dan gaya hidup begadang atau berjaga tidak tidur hingga menjelang waktu pagi hari. Budaya ini direproduksi oleh media melalui program-program acara yang ‘menghidupkan’ waktu tengah-malam hingga menjelang pagi bahkan siaran 24 jam. Budaya ini juga diafirmasi dan dikomodifikasi oleh merek-merek dengan menawarkan nilai-nilai produk dan layanan yang mendukung kenyamanan konsumen dalam menghabiskan waktu tengah-malam hingga menjelang pagi tersebut. Continue reading